Lompat ke konten
Beranda » NEWS » Tradisi Ngalaksa, Warisan Tiga Abad yang Menjadi Harapan Wisata Desa Borogojol

Tradisi Ngalaksa, Warisan Tiga Abad yang Menjadi Harapan Wisata Desa Borogojol

Cirebon – Di kaki Gunung Cakrabuana, tepatnya di Desa Borogojol, Kecamatan Lemahsugih, Majalengka, sebuah tradisi kuno masih hidup hingga kini. Namanya Ngalaksa, sebuah upacara syukuran panen yang telah berlangsung selama lebih dari 300 tahun.

Bagi masyarakat Borogojol, padi bukan sekadar bahan pangan, melainkan simbol kehidupan. Mulai dari proses menanam, memanen, hingga mengolah padi selalu diiringi ritual adat yang sarat makna. Salah satunya adalah mitambean muslim, ketika sesepuh desa menumbuk padi pertama hasil panen yang disebut indung pare.

Meski kelompok KKM STID Al-Biruni tidak berkesempatan menyaksikan langsung prosesi itu karena perbedaan waktu pelaksanaan, informasi mengenai Ngalaksa mereka peroleh dari berbagai tokoh masyarakat dan sesepuh desa. “Tradisi ini sudah turun-temurun. Tujuannya mengajarkan rasa syukur, kebersamaan, dan menjaga warisan leluhur,” kata Aki Kuncen, tokoh adat yang kerap memimpin jalannya prosesi.

Menurut warga, puncak Ngalaksa biasanya ditandai dengan arak-arakan warga menuju makam leluhur Eang Borogogati. Di sana, doa bersama dipanjatkan sebelum makanan sakral berupa laksa dibagikan kepada seluruh masyarakat.

Lebih dari sekadar ritual, Ngalaksa dipandang sebagai aset budaya yang bisa dikembangkan menjadi wisata desa. Mahasiswa KKM yang melakukan pengabdian di Borogojol pada Agustus–September 2025 menilai bahwa tradisi ini memiliki nilai wisata budaya sekaligus gastronomi. “Kalau dipromosikan melalui media desa dan publikasi digital, Ngalaksa bisa menarik perhatian wisatawan,” ujar Nurjazilah, anggota KKM, saat diwawancara pada 25 Agustus 2025.

Namun, modernisasi menjadi tantangan tersendiri. Sebagian generasi muda mulai kurang akrab dengan tradisi ini karena arus globalisasi. “Sekarang banyak anak muda yang lebih suka hiburan modern. Padahal, tradisi ini sangat penting untuk menjaga identitas desa,” ungkap Halimah, warga setempat.

KKM merekomendasikan agar pemerintah desa mengemas tradisi Ngalaksa bukan hanya sebagai upacara ritual, tetapi juga sebagai daya tarik wisata yang edukatif. Potensi ini bisa menjadi salah satu unggulan Borogojol, bersanding dengan agrowisata pertanian dan ekowisata pegunungan.

Dengan publikasi yang tepat dan dukungan masyarakat, Ngalaksa bukan hanya bertahan sebagai tradisi sakral, tetapi juga berkembang sebagai daya tarik wisata budaya yang memperkenalkan kekayaan lokal Borogojol ke tingkat nasional bahkan internasional.

Penulis : Muhammad Fathurrahman Al-Amin (Mahasiswa)

IG : @mfthramin

Sharing is Caring

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *